Banyak Wariskan Masalah, G 30 S PKI Harus Disikapi Non-Yudisial

- 1 Oktober 2017, 07:00 WIB

JAKARTA, (PR).- Peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang masih menyisakan beragam persoalan  dinilai harus diselesaikan dengan langkah-langkah yang bersifat non-yudisial. Langkah-langkah penyelesaian  yang bersifat yudisial terhadap peristiwa itu dinilai sudah tidak memungkinkan. 

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan hal tersebut seusai Peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya, Jakarta Timur, Minggu, 1 Oktober 2017. Langkah-langkah penyelesaian bersifat yudisial dinilainya akan menimbulkan saling klaim di antara berbagai pihak. 

"Nanti akan terlalu banyak yang mengklaim salah dan benar dan sebagainya. Oleh karena itu, kita tidak lagi masuk kepada satu suasana yang saling mengklaim, menyalahkan orang lain," ujarnya. 

Salah satu langkah penyelesaian secara non-yudisial adalah melalui rekonsiliasi, seperti membaurkan keturunan anggota PKI ke masyarakat luas. Menurut Wiranto, proses seperti itu kini tengah berlangsung. 

Pemerintahan sekarang dikatakannya memberikan akses bagi keturunan PKI untuk menjabat sebagai pegawai. Tidak ada lagi larangan bagi keluarga keturunan anggota PKI untuk menjabat sebagai pegawai seperti sebelum-sebelumnya. 

"Secara non yudisial, penyelesaian pembauran kembali dari seluruh komponen masyarakat itu sudah terjadi sebenarnya. Kalau kita selalu menyalahkan, energi kita habis untuk masalah ini," tuturnya. 

Menurut Wiranto, peristiwa 30 September 1965 kini telah menjadi sejarah yang tidak bisa diputar kembali. Namun demikian, sejarah itu berguna sebagai pembelajaran agar kejadian serupa tidak terulang kembali. 

Komoditas politik

Wiranto juga mengimbau agar G30S/PKI tidak dijadikan komoditas politik. Dia menilai tidak fair bila peristiwa sejarah yang sampai kini belum jelas benar itu dijadikan sebagai komoditas politik. 

Menurutnya, G30S/PKI tidak fair dijadikan komoditas politik karena akan menimbulkan kegaduhan dan suasana yang saling menyalahkan. Hal seperti itu dinilainya bisa mengganggu stabilitas nasional dan ujung-ujungnya, kepentingan masyarakat ikut terganggu. 

"Jadi, jangan sampai peristiwa G30S-PKI ini jadi komoditas politik, baik jangka pendek, maupun pilpres yang akan datang," tuturnya.

Terkait dengan persoalan 30 September 1965 sendiri, menurutnya, telah ada upaya penyelesaian secara non-yudisial, yakni dengan membaurkan para keturunan anggota PKI. Salah satu caranya adalah dengan tidak melarang lagi keturunan PKI untuk bekerja sebagai pegawai. 

"Secara non yudisial, penyelesaian pembauran kembali dari seluruh komponen masyarakat itu sudah terjadi. Lalu, apa yang diributkan? Kalau kita selalu menyalahkan terus, energi kita habis untuk masalah ini," katanya.

Sebelumnya, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survey persepsi masyarakat terhadap isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia. Hasilnya, mayoritas responden tidak percaya bahwa sekarang tengah terjadi kebangkitan PKI.

Peneliti SMRC Sirojudin Abbas mengatakan, ada 1.220 responden yang dipilih secara random. Namun hanya 1.057 responden yang merespon wawancara dalam servey yang berlangsung pada 3-10 September 2017 itu.

Dia menyebutkan, sebanyak 86 persen dari 1.057 responden tidak setuju bila saat ini tengah ada kebangkitan PKI. "Sementara warga yang menyatakan setuju bahwa sekarang ada kebangkitan PKI hanya 12,6 persen," tuturnya di kantor SMRC, Jalan Cisadane No 8, Jumat, 29 September 2017.***

Editor: Muhammad Ashari


Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Pikiran Rakyat Media Network

x