PIKIRAN RAKYAT - Surga itu berpagar duri, kata Prof. Dr. Zakiyah Dradjat. Tidak mudah untuk memasukinya, banyak godaan, rintangan, dan bahkan penderitaan yang harus
dilalui dengan sabar dan syukur sebagai kata kuncinya.
Jangankan kita, Nabi Muhammad, kekasih Allah, juga mengalami ujian, cobaan, penderitaan dan berpayah-payah dalam mendakwahkan Islam agar manusia mengikuti ajarannya dan merengkuh kebahagiaan, tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat kelak.
Tantangan kiwari, meminjam Bahasa Ronggo Warsito, kita sedang memasuki 'Zaman Kalatida'. Zaman edan. "Sapa sing ora melu edan, ora bakal keduman (siapa yang tidak ikut edan, tidak akan kebagian). Ketika kita tegak berdiri dalam keistikamahan membela kebenaran di tengah komunitas yang sudah edan, maka kita dianggap edan. Maka mau tidak mau kita harus ikut edan di tengah komunitas yang sudah edan.
Bagaimana di suatu daerah seluruh anggota legislatif bersepakat menjarah dana APBD dan menganggap itu benar jika dilakukan bersama-sama. Padahal yang dilakukan adalah maling uang rakyat.
Gaya hidup hedonis dipertontonkan dengan perilaku serbainstan yang penting bahagia, tanpa menghiraukannilai yang berlaku, baik dari sisi regulasi maupun agama. Di sini pentingnya perilaku syukur dan sabar yang sedang kita latih melalui ibadah puasa sebulan penuh.
Baca Juga: Cara Menghitung Fidyah Puasa Ramadhan 2023, Bayar Pakai Uang atau Beras?
Perempuan Cantik dan al-Ashma’i
Prof. Dr. Jalaluddin Rakhmat pernah bercerita, al-Ashma’i adalah panglima perang pada masa khalifah al-Manshur. Suatu saat, dia melakukan perjalanan untuk berburu di hutan. Di tengah keasyikannya berburu, ia ditinggal oleh para pengawalnya di tengah hutan.
Di tengah situasi kebingungan, ia mengarahkan pandangannya ke suatu tenda lalu
mendekat dan ia dapati seorang perempuan muda, cantik pula. Lalu karena
kehausan ia meminta seteguk air untuk menghilangkan dahaganya. “Maaf, bolehkah saya meminta air barang seteguk saja?” kata al-Ashma’i. “Boleh, tapi ada segelas ini, dan inipun saya sediakan untuk suami saya”, kata perempuan cantik itu.
Sesaat al-Ashma’i melihat ada kepulan debu dan suara deru kuda, pertanda suami
perempuan cantik itu datang. Al-Ashma’i menatap keheranan, karena yang ia dapati adalah laki-laki tua dan berakhlak buruk, tapi, di sisi lain ia juga melihat perempuan muda, cantik itu buru-buru untuk masuk ke tenda, lalu keluar. Di tangan kanannya ia memegang segelas air dan tangan kirinya memegang handuk untuk menjemput suaminya dengan penuh kebahagiaan dan ketakdhiman. Masih dalam keheranan al-Ashma’i lalu bertanya kepada perempuan muda dan cantik itu.
Baca Juga: Ramadhan dan Milenial: Momentum Perubahan Iman, Ilmu, dan Amal
Artikel Pilihan