Majalengka Akan Kehilangan 75.000 Ton Gabah Kering Giling/Tahun

- 16 Mei 2016, 01:21 WIB

MAJALENGKA,(PR).- Kabupaten Majalengka akan kehilangan sekitar 75.000 ton Gabah Kering Giling per tahun serta banyaknya petani yang kehilangan mata pencaharian akibat terjadinya alih fungsi lahan sawah ke bengunan. Atas hal tersebut pemerintah Kabupaten Majalengka harus segera menerapkan Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2012 tentang Ketahanan Pangan dan mengganti areal sawah yang dialih fungsikan untuk pembangunan agar ketersediaan pangan tidak terganggu dan petani tetap bekerja. Hal tersebut mengemuka pada diskusi panel dengan tema “ Mensiasati dampak Bandara Internasional Jawa Barat terhadap ketahanan pangan dan Lingkungan Hidup di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat” yang diselenggarakan Universitas Majalengka dengan tiga pembicara Kepala Balai Pengelolaan Bandar Udara, Dinas Perhubungan Jawa Barat Sukowiranto, Badan Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Anang Sudarna, Kabis Ketersediaan Pangan dan Kerawanan Pangan Provinsi Jawa Barat Ali Sobari. Sukowiranto menjelaskan kebutuhan lahan untuk areal BIJB seluas 1.800 hektare dan untuk kawasan aerocity menncapai seluas 3.200 hektare sehingga totalnya mencapai seluas 5.000 ha, namun yang akan diganti rugi oleh pemerintah hanya seluas 1.800 karena sisanya akan dipegunakan oleh swasta untuk kepentingan bisnis. “Saat ini pembangunan bandara terus dipacu, runway, terminal dan apron sedang dalam tahap penyelesaian yang diharapkan paling lambat tahun 2018 bisa beroperasi,” Ujar Sukowiranto. Hanya untuk mendukung ketahanan pangan, semua pihak harus terlibat, tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, namun juga legislatif, semua OPD dan masyarakat. Ali Sobari mengatakan dengan hadirnya BIJB tentu akan menjadi peluang baik bagi mereka yang mampu memanfaatkan situasi. Namun disisi lain akan terjadi alih fungsi lahan pertanian yang cukup tinggi, dan bakal banyak petani yang alih profesi ke sektor lain. “Namun itu belum tentu semua keluarga akan sukses, bila ini terjadi akan berdampak pada persoalan sosial,” ungkap Ali. Yang harus dicermati adalah dengan banyaknya alih fungsi lahan yang berdasarkan catatan terdapat 22.000 ha setiap tahunnya terjadi di Jawa Barat produksi pertanian harus tetap dipertahankan. Solusianya menurut Ali adalah perlu adanya rekayasa teknologi pertanian, ada usaha berbasis pekarangab/tabulapot, teknologi panen dan pasca panen, teori pengplahan lantai jemur yang menggunakan terpal, alat teknologi pengering panen karena yang ada sekarang dianggap tidak efisien. Selama ini menurut Anang Sudarna pemerintah dan masyarakat tidak pernah konsisten dengan aturan, yang konsisten mengganti lahan bila terjadi alih fungsi baru terjadi pada lahan hutan, sementara lahan pertanian bila terjadi alih fungsi tidak pernah diganti. Padahal berdasarkan UU bila terjadi alih fungsi lahan harus segera diganti. “Kalau lahan hutan bila akan dialih fungsi maka harus terlebih dulu mencari pengganti, sementara untuk lahan pertanian tidak pernah terjadi padahal itu berkaitan erat dengan pangan, selama ini penegakan hukum di kita sangat lemah,” papar Anang. Anang juga menegaskan, Rencana Detail Tata Ruang harus segera diterbitkan pemerintah agar kawasan bisa segera ditata, dan bupati jangan mengeluarkan ijin di luar kawasan karena bila mengeluarkan ijin maka tata kota akan semrawut serta sulit mengendalikan pencemaran lingkungan. “Kedepan berbagai isu lingkungan akan terjadi di Majalengka,” ungkap Anang. Sementara itu Rektor Unma Sutarman mengatakan, digelarnya diskusi panel karena adanya kekhawatiran soal turunnya produksi pangan yang akan mengancam pada ketahanan pangan di Majalengka bahkan Jawa Barat terkait tingginya alih fungsi lahan pertanian hingga ribuan ha untuk kawasan industri, BIJB dan lain-lain. Hadirnya BIJB tidak otomatis berdampak pada pertumbuhan ekonomi namun dampak negatif juga akan dirasakan, terlebih bila masyarakat tidak mampu menangkap peluang positif dari kehadiran BIJB. “Multiplayer efek dari kehadiran BIJB harus segera dipikirkan, baik dampak ekonomi, dampak sosial, dampak lingkungan seperti bisingnya suara pesawat disekitar area bandara. Dan itu harus segera dirancang dari sekarang agar pada saatnya nanti masyarakat benar-benar siap,” ungkap Sutarman. Hasil diskusi panel itu sendiri menurutnya akan segera dibuat kajian akademis untuk diserahkan kepada bupati dengan harapan bisa menjadi bahan kebijakan dalam pengambilan keputusan nanti.***

Editor: Tati Purnawati


Tags

Artikel Pilihan


Terkini

Terpopuler

Pikiran Rakyat Media Network

x