TAHUN 2018 dinilai menjadi salah satu tahun terberat bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Jawa Barat.
Alasannya, selain karena terpukul dari sisi pasar lokal yang permintaannya semakin berkurang, tekanan juga terjadi karena dipengaruhi turunnya produksi dari industri pencelupan.
Sekretaris Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat Kevin Hartanto memaparkan, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, permintaan pasar domestik dirasakan semakin berkurang.
Meski belum mengetahui secara pasti penyebab penurunan permintaan pasar domestik, Kevin memperkirakan hal itu karena daya beli masyarakat yang berkurang atau masuknya produk impor yang semakin masif menghajar pasar domestik.
Selain itu, Kevin mengatakan, saat ini produksi industri pencelupan tekstil di Jabar pun telah turun menjadi hanya 60-70%. Bahkan, beberapa di antaranya ada yang memangkas hingga hanya menyisakan 50% dari kemampuan produksi.

Penurunan produksi dari industri pencelupan tersebut, dijelaskan Kevin, berkaitan dengan upaya pembenahan yang dilakukan industri seiring dengan adanya program Citarum Harum yang digulirkan pemerintah.
Meski pada prinsipnya industri mendukung program tersebut, upaya pembenahan instalasi pengolahan limbah membutuhkan waktu yang tidak singkat. Dengan demikian, untuk memenuhi baku mutu yang ditetapkan, aktivitas pencelupan yang dilakukan industri harus disesuaikan atau dengan kata lain dikurangi.
IMK terdampak
Di tengah berbagai tekanan dan tantangan yang terjadi sepanjang 2018, sebenarnya kinerja produksi industri tekstil di industri besar dan sedang (IBS) meningkat. Industri tekstil meningkat 9,29% jika dibandingkan antara triwulan III 2018 dan triwulan III 2017 year on year (yoy).
Artikel Pilihan