
Monopoli
Keluhan di Kelurahan Dago merupakan satu dari puluhan kasus pengelolaan dana PIPPK yang menyeruak ke permukaan selama empat tahun pelaksanaan program tersebut. Salah satu modus paling dikeluhkan adalah monopoli lurah dalam menunjuk kontraktor. Penunjukan langsung diyakini rentan jatuh menjadi praktik kongkalikong menyelewengkan dana.
Dalam laman LAPOR (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat), dengan mudah ditemukan keluhan dan bahkan dugaan pelanggaran yang disampaikan oleh warga. Pada 19 Agustus 2016, misalnya, masuk laporan tentang dugaan penyelewengan dana di RW 10 Kelurahan Pasirjati, Kecamatan Ujungberung. Sang pelapor mengeluh, warga sama sekali tidak dilibatkan dalam pengelolaan dana. Pada 13 November 2017, giliran warga RW 11 Kelurahan Lebak Gede, Kelurahan Coblong yang menduga ada praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) dalam pengelolaan dana PIPPK. Daftarnya masih sangat panjang.
Bukti paling mencolok tentang penyelewengan dana PIPPK berupa penahanan seorang lurah di Kecamatan Bandung Kulon oleh Kejaksaan Negeri Bandung pada pertengahan Oktober 2018 lalu. Sang lurah didakwa melakukan korupsi dana PIPPK tahun anggaran 2015 senilai Rp 180 juta.

Salah satu auditor senior di Inspektorat Kota Bandung—yang memeriksa kasus ini pada 2016 lalu—menceritakan, sang lurah terbukti menyerahkan dana PIPPK kepada pihak ketiga yang mengaku memiliki kedekatan dengan salah satu pejabat tinggi Pemkot Bandung. Penyerahan dana lewat mekanisme penunjukan langsung tersebut melanggar petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis).
”Pihak ketiga ini lantas membawa kabur uang, tanpa sedikit pun mengerjakan proyek infrastruktur di sana. Yang mengherankan, bagaimana duit bisa sampai cair jika juklak juknis tidak terpenuhi? Artinya, masih ada kelemahan-kelemahan dalam pengawasan,” kata sang auditor.
Menurut sang auditor, salah satu permasalahan yang paling banyak ditemui di lapangan adalah kurangnya jumlah pegawai dengan kapasitas pengawasan memadai. Belum lagi tugas menumpuk akibat peran ganda terkait dengan pengelolaan dana PIPPK yang ditimpakan kepada mereka.
Kepala Inspektorat Kota Bandung Fajar Kurniawan menyatakan, jumlah petugas yang terbatas membuat Inspektorat mustahil memeriksa semua RW atau lembaga penerima dana PIPPK. Pemeriksaan dilakukan secara uji petik, kecuali untuk kasus-kasus khusus. Itulah mengapa penting dilakukan penguatan kapasitas pengawasan di level kewilayahan, yakni kecamatan.
Menurut dia, perlu ada penguatan kapasitas petugas yang memerankan fungsi sebagai verifikator di tingkat kecamatan. Para verfikator inilah yang akan menjadi saringan pertama pengawasan. Salah satunya, mereka bertanggung jawab untuk memeriksa secara cermat semua data dan dokumen terkait penerbitan surat pertanggungjawaban.
Artikel Pilihan