RBM, Dinsos dan STP Bandung Kolaborasi Atasi Gepeng

- 8 November 2016, 08:24 WIB

BERAGAMNYA Penyadang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Bandung merupakan salah satu permasalahan yang hanya dapat diselesaikan dengan cara Kolaborasi, baik antar lembaga pemerintah maupun dengan lembaga nonpemerintah. Sehubungan dengan permasalahan tersebut Kepala Bidang Pelayanan Sosial pada Dinas Sosial Kota Bandung Iwan Rusmawan mengemukakan , bahwa di dalam aturan yang bisa disebut dengan PMKS ada 27 macam sehingga dibutuhkan adanya pemutahiran data sehubungan dengan akan diberlakukannya SOTK ( Susunan Organisasi Tata Kerja) yang baru. “Ke-27 PMKS itu dalam peraturannya ada semua cara penanganannya , memang datanya variatif, tetapi dengan ada pemutahiran data, pendataan kemiskinan akan lebih Objektif dan terarah sehingga tidak ada angka yang belum pasti nantinya,” tegas Iwan dalam Bandung Menjawab di Media Lounge Balai Kota Bandung , Selasa 08 November 2016. Berkaitan dengan Exodus Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) dan PMKS yang terus bermunculan di Kota Bandung , Iwan Memaparkan bahwa untuk anak jalanan Kota Bandung, Gepeng serta PMKS lainnya merupakan Pendatang dari daerah lain. “Sebenarnya mereka di daerah asalnya kaya raya dan mayoritas berasal dari Provinsi tetangga yaitu Jawa Tengah bahkan disana ada perkampungan di suatu daerah yang isinya penduduk dengan target datang ke Bandung untuk mengemis,” Jelasnya Disaat yang sama Ketua RBM (Rehabilitasi Sumber Daya Masyarakat) Kota Bandung Atalia Ridwan Kamil menambahkan untuk menangani permasalahan PMKS ada beberapa hal yang dapat dilakukan. “Untuk menangani permasalahan PMKS kita memang harus melakukan pencegahan, pendampingan, rehabilitasi sosial, pendidikan dan pelatihan, karena bila tidak tuntas mereka akan kembali turun ke Jalan,” paparnya. Untuk langkah Pendeteksian Atalia mengatakan pada tahun 2013, telah di data sebanyak 50.701 disabilitas di Kota Bandung. Meskipun Data tersebut belum benar-benar Valid. “ ini memang data lama, belum tentu bisa dipertanggungjawabkan validitasnya karena masih banyak yang disembunyikan, saat itu,” katanya. Berkaitan dengan pendampingan teritorial (Kewilayahan) dirinya mengatakan melakukan banyak Pengukuhan kader di kelurahan- kelurahan. “Dengan Pengukuhan Kader-kader di wilayah maka kit (RBM) memiliki lebih banyak kaki, selain itu karena Disabilitas banyak jenisnya, banyak yang harus dilakukan untuk pendampingan,” tegasnya. Di tahun 2016 ini Atalia mengatakan pihak Pemerintah Kota Bandung sudah berkolaborasi dengan posyandu. “Hal ini dilakukan sehingga apabila di suatu daerah tidak memiliki rumah bersama untuk kontrol Tiap bulan bisa dikontrol dan tidak hanya balita ini semua dilaksanakan untuk menuju terwujudnya kota inklusi,” jelasnya. Sementara ini yang terjadi dilapangan ia mengatakan di Posyandu hanya ada 7 meja sehingga untuk Disabuilitas bis terlayani juga “harapannya bisa 8 meja untuk tahun ini agar untuk disabilitas juga bisa tertangani,selain itu dari segi Pengkinian data akan dibuat suatu aplikasi E- Disabilitas, agar bisa didapat data realtime untuk keadaan terkini,” paparnya. Pada sektor pendidikan Atalia menekankan dirinya dengan Pemerintah sedang berjuang sekuat tenaga untuk masyarakan Kota Bandung. “Kita sedang memperjuangkan Sekolah Inklusi agar bisa menjadi kewajiban di setiap sekolah di Kota Bandung sehingga seluruh sekolah bisa terbuka bagi masyarakat berkebutuhan Khusus (Inklusi),” Tegasnya. Berdasarkan UU No 8 Tahun 2016 Atalia mengatakan bagi orang yang memiliki kebutuhan Khusus dilindungi Undang – undang . “Masyarakat disabilitas itu dilindungi, tidak boleh ada perbedaan stigma karena ada denda, 150 juta serta kurungan 2 tahun bila ada yang melanggar,” ujarnya. Atalia menegaskan kembali pada lingkungan paling kecil dari orang yang berkebutuhan khusus adalah adanya dukungan dan dorongan serta rasa percaya dari pihak keluarga sehingga bisa mendapatkan perlakuan yang dibutuhkan dari pemerintah. “ Kembali ke personalnya memang Harus percaya diri dan justru kebanyakan yang gak siap itu justru keluarga sendiri karena kekhawatiran yang mucul dari rasa tidak percaya pada pemerintah,” tegasnya. Dalam waktu yang sama Purek (pembantu Rektor) 3 Bidang Mahasiswa Dan Alumni STP (Sekolah Tinggi Pariwisata), Zulkifli Harahap memaparkan pihak STP sebagai perwakilan dari lembaga Pendidikan ikut berpartisipasi dalam pembinaan serta penyaluran para penyandang disabilitas untuk dapat bekerja di sektor pariwisata. “Tahun ini udah kali ke 5 STP melatih para penyadandang disabilitas dengan jumlah peserta 20 orang dan langsung di magangkan dan tidak menutup kemungkinan, bisa diserap jadi tenaga kontrak. Sehingga gak ada gap lagi,” paparnya. Zulkifli mengatakan meskipun belum banyak Hotel mau menerima disabilitas. “Memang masih di bawah 1 persen untuk Hotel yang mau menerima penyandang disabilitas agar dapat bekerja di tempatnya , tetapi kami terus berusaha meyakinkan agar mereka mau menerima,” tegasnya. Sebagai cara perekrutan Zulkifli mengatakan Di hotel akan diadakan job fair dan akan dimulai pada 14-18 November ini , dengan kegiatan seperti ini kita bisa menginformasikan berkenaan dengan klasifikasi pekerjaan yang bisa mereka lakukan. “Untuk jaringan internasional memang sudah open mind,tapi kalo lokal, masih perlu diinformasikan berkaitang dengan klasifikasi pelatihan, seperti contoh pekerjaan yang diberikan tidak akan berhubungan dengan tamu seperti membersihkan kamar, taman, di bagian food and beverage, serta Administrasi , IT, Book Keeper,” ujarnya Berkaitan dengan persyaratan Zul mengatakan mereka hanya membutuhkan Surat pernyataan dari orang tua saja meski pada akhirnya tidak berjalan mulus. “Kebanyakan seetelah dimagangkan, banyak yang tolak , karena mungkin kurangnya kepercayaan baik dari pihak keluarga maupun dari pihak penerima kerja,” Pungkasnya.***

Editor: Administrator


Tags

Artikel Pilihan


Terkini

Terpopuler

Pikiran Rakyat Media Network

x